Pemerintahan SBY
telah mengawali orde Reformasi Birokrasi dan Pemerintah Jokowi
mempertajamnya dengan Revolusi Mental. Asesmen kompetensi seolah hadir
menjadi penjembatan antara dua konsep besar itu. Karena asesmen
kompetensi menemukan starting point pentingnya pada masa akhir gelombang
Reformasi Birokrasi serta mendapatkan perfect moment and great
opportunity pada masa awal dari gerakan nasional Revolusi Mental.
Asesmen Kompetensi dan Reformasi Birokrasi
Konsepsi Reformasi Birokrasi (RB) seolah-olah menjadi icon penting pada perubahan tatanan pemerintahan kita pada skala makro yang tertuang apik dalam RPJMN
2010-2014. Selain butir program penting lainnya, RB telah menjelma
menjadi mantra baru untuk menginisiasi penataan besar-besaran pada
tatanan pemerintahan. Terkhusus pada aspek penataan SDM aparatur, RB telah menghadiahkan Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Sungguh, kehadiran UU ASN pada tahun terakhir dari paruh ketiga RPJPN
2000-2025 ini seakan-akan menjadi akumulasi dari cita-cita mewujudkan
pemerintah yang bersih, berwibawa dan bermartabat melalui implementasi
RB.
Kelahiran UU ASN
yang menggantikan UU Nomor 8 tahun 1974 jo. UU Nomor 43 tahun 1999
tentang Pokok-pokok Kepegawaian ini telah menjadi babak baru bagi
manajemen SDM aparatur. Tidak sedikit nomenklatur maupun tahapan manajemen kepegawaian yang diganti oleh UU ASN ini. Namun yang paling menarik untuk diperhatikan dengan seksama dalam UU ASN ini adalah background-nya.
Secara tersurat disebutkan bahwa penerbitan UU ASN ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa “pelaksanaan
manajemen aparatur sipil negara belum berdasarkan pada perbandingan
antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan
kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki calon dalam rekrutmen,
pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata
kelola pemerintahan yang baik”(UU No. 5/2014, Bagian Menimbang).
Memperhatikan potongan kalimat dalam UU ASN tersebut diatas, maka niatan besar yang menjadi hasrat dari kehadiran UU ASN
ini adalah untuk menegaskan posisi kompetensi dan kualifikasi sebagai
poros manajemen kepegawaian masa depan. Proses rekrutmen, pengangkatan,
penempatan, dan promosi pada jabatan sebagai tahapan kepegawaian harus
diawali, dilaksanakan, dan diputuskan berdasarkan perbandingan antara
kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan oleh suatu jabatan dengan
kualifikasi dan kompetensi yang dimiliki oleh pegawai selaku pemangku
dan/atau calon pemangku jabatan.
Pada bagian awalnya saja, UU ASN
telah menegaskan hal seperti ini. Artinya, gagasan yang kemudian
menjadi energi dari pembenahan aparat sipil negara itu dimulai dengan
komitmen bersama tanpa kecuali pada upaya menuju penegakan kesesuaian
“..antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki..” oleh pegawai atau calon pegawai untuk keperluan“..rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan..”.
Pada tataran inilah sulit untuk dipungkiri bahwa asesmen kompetensi adalah ‘anak kandung’ dari yang hendak dilahirkan oleh UU ASN. Karena asesmen kompetensi adalah salah satu perangkat teknis operasional terbaik untuk mewujudkan cita-cita UU ASN
tersebut (UU No. 5/2014, pasal 110 ayat 5). Asesmen Kompetensi akan
berkontribusi besar pada upaya pengukuran tingkat kesesuaian antara
kompetensi yang dibutuhkan oleh jabatan tertentu dengan kompetensi yang
diampu oleh pejabat dan/atau calon pejabat.
Pembangunan SDM dan Revolusi Mental
Dengan notasi ide yang lebih tajam, kini Presiden Jokowi mengkampanyekan semangat penataan manajemen SDM aparatur dengan menggelorakan gagasan Revolusi Mental sebagai grand narratie
dari era Kabinet Kerja ini. Konsep besar revolusi mental ini dipilih
oleh Presiden Jokowi untuk dicanangkan sebagai Gerakan Nasional
bertepatan dengan perayaan HUT Korpri pada 1 Desember 2014 yang lalu.
Dengan demikian, tidak berlebihan jika ditafsirkan bahwa main target dari revolusi mental ini adalah revolusi manajemen SDM
aparatur. Selain itu, jauh-jauh hari sebelum terpilih menjadi Presiden
RI ke-7, Joko Widodo pun rajin mengkampanyekan pilihannya pada
“pembangunan manusia” sebagai salah satu pilar kebijakan nasionalnya.
Upaya untuk mendapatkan return of investment
dari pembiayaan infrastruktur dan teknologi yang dibutuhkan untuk
menggenjot pembangunan akan hampa belaka jika mengesampingkan dimensi
pembangunan SDM yang menjadi pengelola
pembangunan itu (Palan, 2007). Sejumlah besar investasi pembangunan
harus dijaga dengan memperkuat kualifikasi dan kompetensi para
penyelenggara pembangunan itu sendiri. Disinilah, Presiden Jokowi
memandang pengelolaan negara ini sebagai long-term investment, bukan keperluan sesaat yang hanya dinikmati untuk saat ini saja.
Mengarahkan
revolusi mental pada Pegawai Negeri Sipil sebagai aparat sipil negara
dan/atau para pengelola negara telah menjadi pilihan strategis untuk
mengakselerasi return of investment dari biaya pembangunan yang telah digelontorkan. Dalam instruksinya pada kesempatan HUT Korpri ke-43 pada Desember 2014 yang lalu, Presiden Jokowi menyerukan revolusi mental bagi ASN dengan satu asa agar para PNS mampu “...memberikan pelayanan yang makin cepat, tepat, murah, dan mudah serta meninggalkan mentalitas priyayi!”
Dalam
kerangka untuk mencapai profil pegawai yang berorientasi pada pelayanan
dan bermental melayani yang dikehendaki oleh revolusi mental ini,
asesmen kompetensi kembali menempati peran strategisnya. Tak dinyana
lagi bahwa pelayanan (baca: tugas dan fungsi) hanya akan “...makin cepat, tepat, murah, dan mudah...”, jika sang pelayan (baca: pegawai) memiliki kompetensi yang dipersyaratkan (required) dan/atau dibutuhkan (be required) oleh peran dan bentuk layanannya (baca: jabatan).
Kesesuaian
kompetensi antara tugas dan petugasnya, jabatan dan pejabatnya, atau
layanan dan pelayannya ini, akan dengan mudah terbaca (readable) dan terukur (measurable) oleh proses sistematis yang dioperasikan melalui serangkaian simulasi dan alat ukur dalam asesmen kompetensi.
Kesimpulan
Dengan memahami hasrat besar penataan manajemen SDM di era Reformasi Birokrasi serta memaknai pembenahan mentalitas ASN
sebagai target utama dari Gerakan Nasional Revolusi Mental, maka
illustrasibesar yang terpampang di depan mata kita saat ini adalah era
baru manajemen kepegawaian. Lebih spesifik lagi, gabungan pemahaman atas
latar belakang dari kehadiran UU ASN sebagai
akumulasi dari RB serta semangat pembangunan manusia yang digelorakan
oleh Revolusi Mental pada gilirannya kemudian akan menyimpulkan dan
mempertegas strategic position dari asesmen kompetensi sebagai sebuah penanda dibukanya gerbang menuju era baru manajemen kepegawaian.
Inilah
saatnya seluruh satuan kerja Kementerian Agama berkomitmen, bergerak,
dan bekerja bersama menyambut era baru manajemen kepegawaian bersama
implementasi asesmen kompetensi sebagai akumulasi dari RB dan
penerjemahan teknis-operasional dari revolusi mental serta meneguhkan
asesmen kompetensi sebagai bagian integral dari sistem manajemen
kepegawaian yang berlaku untuk seluruh Aparatur Sipil Negara, tanpa
kecuali.
Wallahu a’lam
H. Wildan Hasan Syadzili, M.Ed
Kepala Subbagian Assessment Jabatan Struktural
pada Bagian Assessment dan Pengembangan Pegawai
Biro Kepegawaian Setjen Kemenag RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar