Jakarta (Pinmas) —- Pendidikan agama yang baik merupakan sarana
efektif dalam upaya menangkal radikalisme. Pendidikan agama juga
menjadi proses terbaik untuk menanamkan nilai-nilai kesantunan,
kedamaian, serta bela negara dan kecintaan kepada Tanah Air.
Pandangan
ini disampaikan Kabalitbang-Diklat, Abd. Rahman Mas’ud, saat mewakili
Menteri Agama menjadi narasumber pada Seminar Nasional Kurikulum
Pertahanan dan Bela Negara Universitas Pertahanan yang diselenggarakan
oleh Kementerian Pertahanan RI di Jakarta, Selasa (29/03) kemarin.
Menhan dan Menristek juga had
ir dalam seminar nasional yang diikuit para
rektor perguruan tinggi negeri dan swasta.
Menurut Mas’ud,
benih-benih munculnya tindakan kekerasan dengan motif agama berawal dari
adanya pemahaman keagamaan yang bercorak literal-skiptural dan
cenderung eksklusif. Pemahamaan seperti ini cenderung mengarahkan
penganutnya untuk tidak toleran terhadap perbedaan dan kemajemukan.
Padahal, Indonesia sejak dulu dikenal sebagai negara yang majemuk dan
masyarakatnya dikenal sangat toleran.
Mas’ud menilai, langkah
konkret yang dilakukan, termasuk oleh Kementerian Agama, dalam rangka
kontra-radikalime adalah mengembangkan pendidikan agama yang moderat,
rasional, santun, dan berorientasi pada kesadaran bela negara. Dalam
konteks ini, lanjut Mas’ud, pesantren dalam banyak ragamnya merupakan
lembaga kegamaan yang dapat menjadi basis utama dalam menanamkan bela
negara dengan mengutamakan pembentukan pola pikir berbangasa dan
memperkuat ideologi Pancasila . “Ajaran hubbul watan minal iman: cinta
bangsa bagian dari iman cukup mengakar di mainstream dunia pesantren,”
tutur Mas’ud.
Namun demikian, selain soal kesantunan dan
moderatism, Mas’ud menggarisbawahi pentingnya mengkaitkan pendidikan
agama dan bela negara dengan common issues yang lebih menyentuh
kebutuhan dasar manusia. Isu-isu strategis seperti kesejateraan ekonomi
(entrepreneurship), kesehatan (reproduksi), kesetaraan gender (gender
equity), dan kepemerintahan yang baik (good governance), perlu dikaitkan
dengan pendidikan agama dan bela negara sehingga lebih kontekstual.
Termasuk dalam hal ini adalah perlunya rembug bersama para pemimpin
agama tentang permasalahan sosial terlebih tentang toleransi dan
penghargaan perbedaan. (hb/mkd/mkd)